MAKALAH
PENGANTAR
TEKNOLOGI ENERGI
ENERGI SURYA
OLEH:
BIKKI FAJRI (Teknik Instalasi Tenaga Listrik)
SMK N1 BULAKAMBA
2010/2012
2010/2012
PENDAHULUAN
Energi merupakan salah satu
kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi dapat
merupakan indikator peningkatan kemakmuran, namun bersamaan dengan itu juga
menimbulkan masalah dalam usaha penyediaannya.
Pemakaian energi surya di
Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik, mengingat bahwa secara geografis
sebagai negara tropis, melintang garis katulistiwa berpotensi energi surya yang
cukup baik.
Pemanfaatan Tenaga Surya
melalui konversi Photovoltaic telah banyak diterapkan antara lain, penerapan
sistem individu dan sistem hybrid yaitu sistem penggabungan antara sumber
energi konvensional dengan sumber energi terbarukan.
Pada kondisi beban rendah
sistem bekerja dengan sistem inverter dan baterai. Jika beban terus bertambah hingga mencapai kapasitas
yang terdapat pada inverter atau tegangan baterai semakin rendah, maka sistem
kontrol akan segera mengoperasikan genset, maka genset akan berfungsi sebagai
AC/DC konverter untuk pengisian baterai,
dan dapat beroperasi secara paralel untuk memenuhi kebutuhan beban tersebut.
Dengan demikian, kondisi pembebanan diesel menjadi sangat efisien karena hanya
beroperasi pada beban tertentu.
ENERGI SURYA
1.
Cara Pemanfaatan Energi Surya
Sel surya adalah suatu
komponen elektronika yang dapat mengubah energi surya menjadi energi listrik
dalam bentuk arus searah (DC) . Modul surya (fotovoltaic) adalah sejumlah sel
surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk meningkatkan tegangan dan
arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu daya beban.
Untuk mendapatkan keluaran
energi listrik yang maksimum maka permukaan modul surya harus selalu mengarah
ke matahari. Di Indonesia, energi listrik yang optimum akan didapat apabila
modul surya diarahkan dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi PLTS
tersebut berada. Sebagai contoh, untuk daerah yang berada di sebelah utara
katulistiwa maka modul surya harus dihadapkan ke Selatan, dan sebaliknya.
Selanjutnya energi listrik
tersebut disimpan dalam Baterai. Baterai disini berfungsi sebagai penyimpan
energi listrik secara kimiawi pada siang hari dan berfungsi sebagai catu daya
listrik pada malam hari. Untuk menjaga kesetimbangan energi di dalam baterai,
diperlukan alat pengatur elektronik yang disebut Battery Charge Regulator.
Alat ini berfungsi untuk
mengatur tegangan maksimal dan minimal dari baterai dan memberikan pengamanan
terhadap sistem, yaitu proteksi terhadap pengisian berlebih (overcharge) oleh penyinaran matahari,
pemakaian berlebih (overdischarge)
oleh beban, mencegah terjadinya arus balik ke modul surya, melindungi
terjadinya hubung singkat pada beban listrik dan sebagai interkoneksi dari
komponen-komponen lainnya.
Skema
proses pemanfaatan energi surya
2.
Fotovoltaik
Efek fotovoltaik pertama kali
dikenali pada tahun 1839 oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan
tetapi, sel surya yang pertama dibuat baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts,
yang melingkupi semikonduktor selenium dengan sebuah lapisan emas yang sangat
tipis untuk membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut hanya memiliki
efisiensi 1%. Russell Ohl mematenkan sel surya modern pada tahun 1946 (U.S.
Patent 2,402,662 , "Light sensitive device"). Masa emas teknologi
tenaga surya tiba pada tahun 1954 ketika Bell Laboratories, yang bereksperimen
dengan semikonduktor, secara tidak disengaja menemukan bahwa silikon yang di
doping dengan unsur lain menjadi sangat sensitif terhadap cahaya.
Hal ini menyebabkan
dimulainya proses produksi sel surya praktis dengan kemampuan konversi energi
surya sebesar sekitar 6 persen.
Gambar di atas mengilustrasikan transfer energi dari matahari ke bagian-bagian Bumi. Dapat terlihat bahwa sekitar setengah dari enerdi masukan diserap oleh air dan daratan, sedangkan yang lainnya diradiasikan kembali ke luar angkasa. (nilai 1 PW = 1015 W).
3.
Gaya Gerak Listrik pada
Energi Surya
Secara sederhana, proses
pembentukan gaya gerak listrik (GGL) pada sebuah sel surya adalah sebagai
berikut:
1. Foton dari cahaya matahari
menumbuk panel surya kemudian diserap oleh material semikonduktor seperti
silikon.
2.
Elektron (muatan negatif) terlempar keluar dari atomnya,
sehingga mengalir melalui material semikonduktor untuk menghasilkan listrik. Muatan
positif yang disebut hole (lubang) mengalir dengan arah yang berlawanan dengan
elektron pada panel surya silikon.
3. Gabungan/susunan beberapa
panel surya mengubah energi surya menjadi sumber daya listrik DC.
Ketika sebuah foton menumbuk
sebuah lempeng silikon, salah satu dari tiga proses kemungkinan terjadi, yaitu:
1. Foton dapat melewati silikon;
biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.
2.
Foton dapat terpantulkan dari permukaan.
3.
Foton tersebut dapat diserap oleh silikon yang kemudian:
a.
Menghasilkan panas, atau
b.
Menghasilkan pasangan elektron-lubang, jika energi foton
lebih besar daripada nilai celah pita silikon.
Ketika sebuah foton diserap,
energinya diberikan ke elektron di lapisan kristal. Biasanya elektron ini
berada di pita valensi, dan terikat erat secara kovalen antara atom-atom
tetangganya sehingga tidak dapat bergerak jauh dengan leluasa. Energi yang
diberikan kepadanya oleh foton mengeksitasinya ke pita konduksi, dimana ia akan
bebas untuk bergerak dalam semikonduktor tersebut. Ikatan kovalen yang
sebelumnya terjadi pada elektron tadi menjadi kekurangan satu elektron; hal ini
disebut hole (lubang). Keberadaan ikatan kovalen yang hilang menjadikan
elektron yang terikat pada atom tetangga bergerak ke lubang, meniggalkan lubang
lainnya, dan dengan jalan ini sebuah lubang dapat bergerak melalui lapisan
kristal. Jadi, dapat dikatakan bahwa foton-foton yang diserap dalam
semikonduktor membuat pasangan-pasangan elektron-lubang yang dapat bergerak.
Sebuah foton hanya perlu
memiliki energy lebih besar dari celah pita supaya bisa mengeksitasi sebuah
elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Meskipun demikian, spektrum
frekuensi surya mendekati spektrum radiasi benda hitam (black body) pada ~6000
K, dan oleh karena itu banyak radiasi surya yang mencapai Bumi terdiri atas
foton dengan energi lebih besar dari celah pita silikon. Foton dengan energi
yang cukup besar ini akan diserap oleh sel surya, tetapi perbedaan energi
antara foton-foton ini dengan celah pita silikon diubah menjadi kalor (melalui
getaran lapisan kristal yang disebut fonon) bukan dalam bentuk energi listrik
yang dapat digunakan selanjutnya.
4.
Skema Sambungan P-N
Sel surya yang paling banyak
dikenal dibentuk sebagai daerah luas sambungan P-N yang dibuat dari silikon.
Sebagai penyederhanaan, seseorang dapat dibayangkan menempel selapis silikon
tipe-n dengan selapis silikon tipe-p. Pada prakteknya, sambungan P-N tidak
dibuat seperti ini, tetapi dengan cara pendifusian pengotor tipe-n ke satu sisi
dari wafer tipe-p (atau sebaliknya).
Jika sebagian silikon tipe-p
diletakkan berdekatan dengan sebagian silikon tipe-n, maka akan terjadi difusi
elektron dari daerah yang memiliki konsentrasi elektron tinggi (sisi sambungan
tipe-n) ke daerah dengan konsentrasi elektron rendah (sisi sambungan tipe-p).
Ketika elektron berdifusi melewati sambungan p-n, mereka bergabung dengan
lubang di sisi tipe-p. Difusi pembawa tidak terjadi tanpa batas karena medan
listrik yang dibuat oleh ketidakseimbangan muatan pada kedua sisi sambungan
yang dibuat oleh proses difusi ini. Medan listrik yang terbentuk sepanjang
sambungan p-n membuat sebuah dioda yang mengalirkan arus dalam satu arah
sepanjang sambungan. Elektron bisa bergerak dari sisi tipe-n ke sisi tipe-p,
sedangkan lubang dapat lewat dari sisi tipe-p ke sisi tipe-n. Daerah dimana
elekron telah berdifusi sepanjang sambungan ini disebut sebagai daerah deplesi karena
ia tidak lagi mengandung pembawa muatan bebas. Hal ini juga dikenal sebagai "space
charge region".
Di Indonesia sistem
photovoltaic telah dimanfaatkan antara lain untuk penerangan (rumah tangga,
jalan), pompa air, catu daya bagi perangkat telekomunikasi, TV umum, pendingin (antara
lain untuk obat-obatan), rambu-rambu laut, penerangan untuk menangkap ikan dan
aplikasi lainnya.
Salah satu cara penyediaan
energi listrik alternatif yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini
adalah menggunakan suatu sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem
Energi Surya Fotovoltaik (SESF) atau secara umum dikenal sebagai Pembangkit
Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (PLTS Fotovoltaik). Sebutan SESF merupakan
istilah yang telah dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk
mengidentifikasikan suatu sistem pembangkit energi yang memanfaatkan energi
matahari dan menggunakan teknologi fotovoltaik. Dibandingkan energi listrik
konvensional pada umumnya, SESF terkesan rumit, mahal dan sulit dioperasikan.
Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa kawasan di
Indonesia, SESF merupakan suatu sistem yang mudah didalam pengoperasiannya,
handal, serta memerlukan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan
SESF mampu bersaing dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi
wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau - pulau kecil yang sulit dijangkau
dan tergolong sebagai kawasan terpencil.
Selain itu SESF merupakan
suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi
yang sesuai untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil,
lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk
penerangan rumah maupun untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan
perkembangan jaman, pada saat ini di negara-negara maju penerapan SESF telah
banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di
kota-kota besar.
Mengingat peran dan
fungsinya, teknologi fotovoltaik mempunyai sifat yang sangat fleksibel dalam
teknik rancang bangun dan pemanfaatannya. Aplikasi modul ini dapat diterapkan
untuk pemasangan individual maupun kelompok sehingga dapat dilakukan dengan
swadaya perorangan, masyarakat, perusahaan atau dikoordinir oleh PLN. Dalam hal
pendanaan; proyek fotovoltaik menjadi sangat mungkin untuk menjadi sarana
bantuan/kerjasama luar negeri, partisipasi perusahaan maupun golongan
(community development) untuk mendukung program listrik pedesaan atau
penyediaan jasa energi seperti:
•
Listrik untuk penerangan rumah tangga
•
Jasa energi untuk fasilitas umum: Pompa/penjernihan air,
Rumah peribadatan, Telepon umum atau pedesaan, televisi umum, Penerangan jalan
dan lainnya
•
Pemasok energi bagi fasilitas produksi
•
Integrasi fotovoltaik pada bangunan untuk listrik pedesaan
Aplikasi SESF Untuk Listrik Pedesaan
Salah satu pemanfaatan
fotovoltaik yang dapat langsung dipergunakan adalah untuk penyediaan listrik
pedesaan terutama pada kawasan terpencil yang sulit dijangkau. Penerapan SESF
dapat dilakukan dengan pemasangan sistim desentralisasi menggunakan jaringan
listrik lokal. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi pemilihan sistim
diatas adalah topografi kawasan, distribusi lokasi perumahan, karakteristik
beban serta sistim pembiayaan yang diterapkan.
Berdasarkan hasil studi
Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), konsumsi listrik
rata-rata per-rumahtangga pemakai listrik di pedesaan (1994) tercatat sekitar
64 kWh/tahun. Angka ini akan setara dengan konsumsi listrik sebesar 175
Wh/hari. Menggunakan angka-angka yang telah disajikan dimuka, modul fotovoltaik
kapasitas 50 Wp dapat memberikan keluaran listrik rata-rata sebesar 200
Wh/hari. Maka, SESF dengan kapasitas 50 Wp diperkirakan cukup untuk memenuhi
konsumsi listrik pada rumah tangga di pedesaan.
Tingkat ekonomis SESF sistem
jaringan pada umumnya dapat diperbaiki dengan penerapan sistem hibrida (hybrid
system), yaitu mengkombinasikan SESF dengan sistem pembangkit listrik dengan
sumber energi terbarukan lain yang dapat dikembangkan dikawasan tersebut
(seperti : energi angin, mikrohidro, dan biomassa) atau pembangkit listrik
konvensional genset diesel untuk saling mendukung. Sistem ini dinilai paling
cocok untuk daerah pra-elektrifikasi (pre-electrified).
Untuk keperluan ini, instalasi Fotovoltaik-nya dapat dibuat permanen sehingga
menjadi sistem interkoneksi atau dibuat secara mobile untuk dipindahkan ke
kawasan lain yang akan dikembangkan.
Beban normal, terutama pada
siang hari dapat dipasok dari modul fotovoltaik, sedangkan beban puncak akan
ditanggulangi oleh genset diesel. Dengan demikian pemakaian sistem disel dapat
benar-benar dioptimalkan sehingga keseluruhan sistem dapat bekerja efisien dan
ekonomis. Pada wilayah yang mempunyai potensi tenaga angin, peranan genset diesel
dapat digantikan oleh pembangkit listrik tenaga angin atau sumber energi
terbarukan lainnya.
6.
Prospek Penggunaan Sel Surya
Dibandingkan dengan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan
mulai mendapat perhatian sejak terjadinya krisis energi dunia yaitu pada tahun
70-an dan salah satu energi itu adalah energi surya. Energi itu dapat berubah
menjadi arus listrik yang searah yaitu dengan menggunakan silikon yang tipis.
Sebuah kristal silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan
tekanan yang diatur sehingga Si itu berubah menjadi penghantar. Bila kristal
silindris itu dipotong setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang
tipis atau yang disebut juga dengan sel surya fotovoltaik. Sel-sel silikon itu
dipasang dengan posisi sejajar/seri dalam sebuah panel yang terbuat dari
alumunium atau baja anti karat dan dilindungi oleh kaca atau plastik. Kemudian
pada tiap-tiap sambungan sel itu diberi sambungan listrik. Bila sel-sel itu
terkena sinar matahari maka pada sambungan itu akan mengalir arus listrik.
Besarnya arus/tenaga listrik itu tergantung pada jumlah energi cahaya yang
mencapai silikon itu dan luas permukaan sel itu.
Pada asasnya sel surya
fotovoltaik merupakan suatu dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak
seimbang dan berdasarkan efek fotovoltaik. Dalam proses itu sel surya
menghasilkan tegangan 0,5-1 volt tergantung intensitas cahaya dan zat
semikonduktor yang dipakai. Sementara itu intensitas energi yang terkandung
dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi besarnya sekitar 1000 Watt.
Tapi karena daya guna konversi energi radiasi menjadi energi listrik
berdasarkan efek fotovoltaik baru mencapai 25% maka produksi listrik maksimal
yang dihasilkan sel surya baru mencapai 250 Watt per m2 . Dari sini terlihat
bahwa PLTS itu membutuhkan lahan yang luas. Hal itu merupakan salah satu
penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel surya fotovoltaik
berbentuk kristal mahal, hal ini karena proses pembuatannya yang rumit. Namun,
kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah terpencil sulit
dibubungkan dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai negara tropis
Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini terlihat dari
radiasi harian yaitu sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Berarti prospek
penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Untuk itulah perlu
diusahakan menekan harga fotovoltaik misalnya dengan cara sebagai berikut.
Pertama menggunakan bahan semikonduktor lain seperti Kadmium Sulfat dan Galium
Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel surya dari 10%
menjadi 15%.
Energi listrik yang berasal
dari energi surya pertama kali digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan
sistem desentralisasi yang dikenal dengan Solar
Home System (SHS), kemudian untuk TV umum, komunikasi dan pompa air.
Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada proyek Desa Sukatani,
Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan
dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian sistem fotovoltaik di Indonesia
sudah mencapai berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi kesehatan 16%,
hibrida 7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV komunikasi 46,6%
dan lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh proyeksi kebutuhan
sistem PLTS diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu menurut perkiraan
yang lain pemakaian fotovoltaik di Indonesia 5-10 tahun mendatang akan mencapai
100 MW terutama untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan permintaan fotovotaik
diperkirakan sudah mencapai 52 MWp.
Komponen utama sistem surya
fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya
fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan
teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan
teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik
diperlukan teknologi tinggi. Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel
fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan
untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika
modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat
biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia
tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan
sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel
dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan
bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam
bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati
tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan
instalasi untuk elektrifikasi untuk pedesaan. Teknologi ini cukup canggih dan
keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan
dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan
energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh
listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang
terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam penerapannya
fotovoltaik dapat digabungkan dengan pembangkit lain seperti pembangkit tenaga
diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTM). Penggabungan
ini dinamakan sistem hibrida yang tujuannya untuk mendapatkan daya guna yang optimal.
Pada sistem ini PLTS merupakan komponen utama, sedang pembangkit listrik
lainnya digunakan untuk mengkompensasi kelemahan sistem PLTS dan mengantisipasi
ketidakpastian cuaca dan sinar matahari. Pada sistem PLTS-PLTD, PLTD-nya akan
digunakan sebagai "bank up" untuk mengatasi beban maksimal.
Pengkajian dan penerapan sistem ini sudah dilakukan di Bima (NTB) dengan
kapasitas PLTS 13,5 kWp dan PLTD 40 kWp.
Penggabungan antara PLTS
dengan PLTM mempunyai prospek yang cerah. Hal ini karena sumber air yang dibutuhkan
PLTM relatif sedikit dan itu banyak terdapa di desa-desa. Untuk itulah
pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang telah merealisasi penerapan
sistem model hidro ini di desa Taratak (Lombok Tengah) dengan kapasitas PLTS 48
kWp dan PLTM sebesar 6,3 kW.
Pada sistem hibrida antara
fotovoltaik dengan Fuel Cell (sel bahan bakar), selisih antara kebutuhan
listrik pada beban dan listrik yang dihasilkan oleh fotovoltaik akan dipenuhi
oleh fuel cell. Controller berfungsi untuk mengatur fuel cell agar listrik yang
keluar sesuai dengan keperluan. Arus DC yang dihasilkan fuel cell dan arus
fotovoltaik digabungkan pada tegangan DC yang sama kemudian diteruskan ke power conditioning subsystem (PCS) yang
berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi arus AC. Keuntungan sistem ini adalah
efisiensinya tinggi sehingga dapat menghemat bahan bakar, dan kehilangan daya
listrik dapat diperkecil dengan menempatkan fuel cell dekat pusat beban.
Sistem PLTS
PLTS dengan sistem
sentralisasi artinya pembangkit tenaga listrik dilakukan secara terpusat dan
suplai daya ke konsumen dilakukan melalui jaringan distribusi. Sistem ini cocok
dan ekonomis pada daerah dengan kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya PLTS
di Desa Kentang Gunung Kidul mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas baterai
200 volt dan beban berupa penerangan yang terpasang pada 85 rumah. Sementara
itu PLTS dengan sistem individu daya terpasangnya relatif kecil yaitu sekitar
48-55 Wp. Jumlah daya sebesar 50 Wp per rumah tangga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan penerangan, informasi (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio
komunikasi). Dan sampai tahun 95 sistem ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit
yang tersebar di seluruh perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang meliputi
pemeliharaan dan pembayaran dilaksanakan oleh KUD.
Melihat trend harga sel surya
yang semakin menurun dan dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang
ramah lingkungan, pemanfaatan PLTS dengan sistem individu semakin ditingkatkan.
Pada tahap pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun
dengan prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5
keuntungan pembangkit dengan surya fotovoltaik. Pertama energi yang digunakan
adalah energi yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua perawatannya mudah dan sederhana.
Ketiga tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian
suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat peralatan bekerja tanpa
suara dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja
secara otomatis.
Pembangkit listrik yang memanfaatkan energi surya atau lebih
umum dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa
keuntungan yaitu:
1. Sumber energi yang digunakan
sangat melimpah dan cuma -cuma
2. Sistem yang dikembangkan
bersifat modular sehingga dapat dengan mudah diinstalasi dan diperbesar
kapasitasnya.
3. Perawatannya mudah
4. Tidak menimbulkan polusi
5. Dirancang bekerja secara
otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil.
6. Relatif aman
7. Keandalannya semakin baik
8. Adanya aspek masyarakat
pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri
9. Mudah untuk diinstalasi
10. Radiasi matahari sebagai
sumber energi tak terbatas
11. Tidak menghasilkan CO2 serta
emisi gas buang lainnya
Salah satu kendala yang
dihadapi dengan dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah
Investasi awalnya yang tinggi dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan juga
masih relatif tinggi yaitu Sekitar ($ USD 3 –5 / Wp).
Untuk beberapa kondisi
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat bersaing dengan pembangkit Konvensional
Diesel/Mikrohydro, yaitu pada tempat-tempat terpencil yang sarana
perhubungannya masih belum terjangkau jaringan listrik umum (PLN).
PENUTUP
Energi merupakan salah satu
kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Peningkatan kebutuhan energi dapat
merupakan indikator peningkatan kemakmuran, namun bersamaan dengan itu juga
menimbulkan masalah dalam usaha penyediaannya. Oleh karena itu, penyediaan
sumber energi alternatif seperti energi surya melalui pemanfaatan sel
fotovoltaik merupakan sebuah prospek yang menjanjikan untk dikembangkan lebih
lanjut, mengingat pemakaian primer minyak bumi dan gas alam masih merupakan
sumber energi utama. Selain ramah lingkungan, sumber energi dari matahari tidak
memerlukan perawatan khusus secara periodik, yang selanjutnya akan mengurangi
biaya produksi.
Kelemahan sistem fotovoltaik
yang hanya dapat digunakan setengah hari dapat disiasati dengan menggunakan
sumber energi alternatif ramah lingkungan lainnya, seperti energi angin, air
laut maupun biomassa (sistem hibrida). Dengan cara seperti ini, pasokan listrik
akan dapat terus terpenuhi.
DAFTAR
PUSTAKA
Holladay, April. Solar Energy. Microsoft Encarta 2006
[DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Wikipedia.org. Solar Cell. http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cell.
Disunting tanggal 22 November 2007.